Apabila kita mau membuka mata dan hati lebar-lebar, tentulah setiap detik hidup kita takkan pernah sia-sia. Kita akan mendapatkan banyak ilmu setiap saat. Begitu banyak guru disekitar kita, karena sesungguhnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini selalu memberikan petunjuk bagi siapa pun yang mau membaca. Bagiku Almarhumah nenekku adalah salah satu guru besar kehidupanku. Beliau adalah satu-satunya nenek yang kukenal. Emak, begitu seluruh anak, cucu dan cicitnya memanggil beliau, adalah wanita perkasa yang memiliki lautan cinta dan kesetiaan tak terbatas terhadap semua orang. Cinta dan kesetiaannya pada suami terbukti dari kesendiriannya sejak ditinggal mbah meninggal. Walopun saat itu emak masih muda, tapi hingga akhir hayatnya beliau tak pernah menikah lagi. Cinta sejatinya benar-benar hanya untuk mbah. Cinta dan kesetiannya pada anak terlihat dari kasihnya terhadap seluruh anak dan cucunya. Masih teringat benar, bagaimana Emak selalu rajin menjenguk kami sekeluarga, walopun harus menyebrangi lautan diusianya yang sudah senja. Kemanapun anak-anaknya pergi…beliau selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Dan itu berlaku hingga akhir hayatnya. Begitupun terhadap keluarga dan sanak tetangga. Setiap ada yang sakit ataupun kesusahan, Emak ga pernah absen untuk datang. Beliau akan sedih luar biasa bila tidak bisa datang. Emak tak pernah memutus tali silaturahminya. Hingga akhir hayatnya, tak pernah dia melupakan orang-orang dalam hidupnya. Memberiku pelajaran moral, bahwa silaturahmi yang baik dapat meghindarkan kita dari kepikunan.
Dari Emak, aku mendapatkan pelajaran tentang cinta dan kasih terhadap sesama. Beliau selalu memperhatikan orang-orang yang susah. Bahkan beliau selalu bilang bahwa terkadang kita harus membeli sesuatu karena kasihan pada penjualnya, bukan karena butuh. Tak ada ruginya, selama yang kita beli itu adalah sesuatu yang baik. Karena itu, hampir semua orang jualan selalu mengenal beliau. Ahh…aku sangat mencintaimu,Mak. Karena engkaulah juga..aku bisa memiliki mama yang selalu menolong orang lain. Dan mama juga mengajarkan semua itu padaku. Aku janji, pelajaran ini akan selalu aku terapkan sepanjang umurku. Dan kelak akan aku wariskan pada anak cucuku.
Tak pernah bosan aku mendengar seluruh cerita-cerita Emak. Mulai dari saat beliau menikah dengan mbah, laki-laki yang baru dikenalnya saat hari pernikahannya. Cerita saat-saat jaman perang dahulu, hingga cerita saat mbah pergi meninggalkan emak untuk selamanya. Sejak pertama mendengar cerita beliau, aku yang saat itu masih kecil sudah bisa menyimpulkan betapa tegarnya emakku ini. Beliau adalah tipikal wanita mandiri yang tegar. Airmatanya jarang menetes, walopun terkadang hatinya menangis. Itu bisa kulihat ketika beliau bercerita saat mbah meninggal dulu.
”Waktu itu aku ga bisa nangis,Rur. Air mataku ga bisa keluar”, ujar beliau dengan mata menerawang. Aku lihat ada kerinduan disana. Mungkin rindu pada soulmatenya.
Aku ga bisa membayangkan, bagaimana mungkin Emak ga menangis saat itu. Mbah meninggal pada umur yang belum terlalu tua. Meninggalkan Emak dan sembilan orang anak, yang beberapa diantaranya masih kecil. Aku yakin, saat itu Emak pasti sedih luar biasa. Harus berpisah dengan belahan jiwanya untuk selamanya dan menanggung sembilan orang anak. Kalo aku yang menjadi emak, saat itu pasti sudah menangis ga karuan. Mungkin sebenarnya Emak juga menangis. Tapi itu tak diperlihatkannya pada orang lain. Mbah adalah milik Allah, maka ketika Allah mengambilnya kembali mengapa musti menangis, begitu katanya. Emak memang wanita yang tegar dan ikhlas. Walaupun akhirnya aku melihat airmata itu menetes dari pipinya yang keriput, saat anak bungsunya meninggal, ga merubah pandanganku kepadanya. Beliau tetap wanita tegar dan ikhlas yang penuh cinta.
Emak adalah wanita yang rajin dan aktif. Walo matanya telah rabun, hobi merajut dan menjahitnya tak pernah dia tinggalkan. Entah sudah berapa puluh taplak yang beliau rajut untuk dibagi-bagikan. Entah berapa ratus popok yang sudah beliau jahit untuk anak dan cucu, dan cicitnya. Tak terhitung. Sungguh sayang, karena keahlian ini tak menurun pada satu pun anak2 dan cucu2nya. Apalagi aku, yang ketrampilan menjahitnya sangat payah. Sungguh, aku selalu malu sekaligus senang setiap Emak ada dirumahku. Hingga umur sudah tua, beliau selalu bangun pagi. Setiap mau tidur, beliau selalu mengusap-ngusap rambutku dan terkadang memijitiku. Emak adalah nenek yang suka memanjakan cucu-cucunya. Suka belikan jajanan dan bercerita banyak hal. Ga pernah marah ataupun mengomel. Emak juga wanita yang humoris dan gampang akrab dengan orang lain. Bahkan terhadap teman-teman cucunya.
Hal yang paling membekas dalam hatiku adalah keteladanan Emak dalam beribadah. Hingga usia yang sangat sepuh, walo dengan langkah yang tertatih-tatih beliau ga pernah meninggalkan sholat fardhu. Sholat malam pun selalu ditegakkan. Bibirnya selalu berdzikir, mengagungkan asma Allah. Bahkan diakhir hayatnya, beliau meninggal dengan tasbih di tangannya, seusai sholat Shubuh. Insya Allah, beliau khusnul khotimah. Terkabul semua do’anya untuk bisa meninggal secara baik. Tanpa sakit, tanpa merepotkan siapa pun. Ya...hari itu hari Jum’at, tgl 12 Mei 2006, diusianya yang ke-86 tahun, beliau pergi untuk selamanya. Membuat kami semua kaget. Karena sebelumnya Emak tak pernah mengeluh sakit.
Saat Emak pergi, aku menangis tanpa suara. Air mataku tak henti mengalir. Mataku bengkak, hatiku perih sekali. Bukan karena aku tak ikhlas melepas beliau menghadapNya. Tapi karena penyesalanku yang terlambat. Dua hari sebelumnya, mama mengajakku untuk menjenguk Emak. Tapi aku menolak karena capek dan berkata akan pergi sendiri besok. Dan besok malamnya, aku lebih mementingkan lembur dikantor daripada memenuhi janjiku untuk menjenguk emak. Hal yang tak pernah aku lupa, saat dikantor malam itu aku makan nasi goreng. Dan saat aku menyendok nasgor kemulutku, tiba-tiba aku mengalami de javu. Aku merasa seperti berada dirumah emak. Waktu kecil aku sering sekali menginap dirumah beliau. Dan dapat dipastikan aku akan selalu kekenyangan, karena Emak selalu membelikan beraneka makanan. Termasuk nasgor. Tiba-tiba aku juga merasa kangen sekali dengan tante tersayangku, Adik mama yg paling kecil, Almh. Lek Rina. Beliau adalah satu-satunya anak Emak yang meninggal muda. Anak yang selalu menemani emak kemanapun. Saat itu, aku berjanji besok malam aku akan beneran sowan ke emak. Namun...takdir Allah berkata lain. Karena keesokan paginya aku hanya bisa menemui jasad beliau saja. Aku menyesal...sangat menyesal. Aku tak pernah bisa lagi mencium tangan beliau dan merasakan usapannya. Aku tak bisa memohon doa dan restunya lagi. Dan yang paling membuatku menyesal...aku belum sempat bilang kalo aku sangat menyayangi beliau. Mungkin itu ganjaran bagi orang yang tak menepati janji. Mungkin itu juga pelajaran agar aku tak meremehkan waktu. Sejak itu aku belajar, setiap detik yang ada harus dimanfaatkan. Karena aku tak pernah tau sampai kapan aku bisa bertemu dengan orang2 yang aku sayangi.
4 Emak...doaku selalu untukmu. Semoga segala kebaikan yang aku lakukan, yang aku pelajari darimu akan menjadi tambahan amal bagimu. Semoga Allah mempertemukan kita lagi diakhirat nanti. Dalam keadaan berseri-seri bersama-sama menatapNya....Amin.
No comments:
Post a Comment